Goodison Nightmare

VERDICT: A “Top 4” performance with “Champion” mentality.

Yup, itulah gambaran atas pertandingan semalam. Dan saya tidak terkejut.

Anda bisa saja come up dengan ribuan analisis untuk mengetahui penyebab melempemnya permainan Arsenal, terutama pada babak pertama di Goodison atau saat melawan Besiktas atau saat kalah dari Monaco. Tapi jawabannya hanya satu, at least menurut pandangan awam saya, yaitu TAKTIK.

Kekalahan di Goodison musim 13/14 seperti tidak dijadikan pelajaran untuk memperbaiki keadaan. Lukaku, lagi-lagi, disajikan makanan empuk untuk disikat, Monreal. Persis musim lalu. It’s basically the same tactic from Martinez. Saya tidak bilang Monreal adalah bek jelek. Tapi pada situasi tertentu, seorang fullback butuh pelapis. Saya bermain bola setiap minggu, dan saya adalah fullback. Saya tahu persis bagaimana seorang fullback bertahan tanpa dibantu. Hamparan ruang luas yang harus dicover. Mampus. Sektor kiri menjadi momok bagi Arsenal. Guardiola juga mengeksploitasi bagian ini di UCL 13/14 kemarin. Dua gol mereka di The Grove berasal dari sektor kiri.

Duet Ramsey-Wilshere dibelakang striker masih belum berhasil. Entah kenapa. Berapa banyak pertandingan yang harus dilakukan untuk memberi kesempatan kepada formasi ini? Ramsey butuh beberapa musim sebelum menjadi seorang top player. Kesempatan adalah sebuah barang mahal.

Arsenal perlu menyederhanakan permainan di sepertiga daerah lawan. Terlalu kompleks, terlalu banyak passing, terlalu rumit. Hampir semua pemain ingin menjadi tembok diluar kotak penalti lawan. Memantulkan. Pantulkan dan pantulkan. Sepertinya terlalu ingin membuat gol indah ala match vs Norwich di setiap kesempatan, di setiap waktu.

Bukan tanpa alasan Giroud menjadi bintang pada babak kedua. Walau menggunakan Alexis Sanchez di depan, Arsenal sama sekali tidak merubah pendekatan mereka ketika menyerang. Pola layoff dan Giroudesque passing tetap dimainkan. Sanchez sebetulnya tidak bermain buruk. Ia adalah pemain terbaik Arsenal di babak pertama. Kerap melapisi Ox dan Debuchy dengan men-track back Mirallas dan kreatifitasnya kerap kali membahayakan pertahanan The Toffees. Bukan seperti orang yang fisiknya sedang buruk. Ia hanya sedang menyesuaikan dengan Giroudesque Football Arsenal. Babak kedua Ia diganti karena tidak bisa menyesuaikan dengan Giroudesque Football tersebut.

All in all, Martinez sudah tahu cara mengantisipasi pola permainan Wenger (Sorry AKB, this time you need to accept this. Don’t let your ego stand in the way. I’m not here to debate). Pada interview pasca pertandingan, Ia tidak tampak kecewa dengan hasil seri yang diraih timnya. Ia malah mengutarakan kegembiraannya dengan permainan di babak pertama. Ia bilang bahwa permainan seperti itulah yang ingin dimainkan di Everton, permainan yang membuat Arsenal menjadi “quiet”, istilah yang digunakannya pada interview tersebut.

Hingga akhir Agustus, bisa dipastikan timeline di twitter akan dipenuhi dengan gooners yang menginginkan Wenger membeli pemain kelas dunia. Padahal, kita sudah punya Özil dan Mertesacker, yang notabene adalah juara dunia. Giroud sukses mencetak gol spektakuler. Sanchez, Debuchy, semuanya bersinar di WC14 kemarin. Seorang DM kelas wahid? Well, you know more than me, my friend. Kalau pun beli DM, imo, hanya untuk menambah physical presence di tengah saja.

Arsenal tidak sekalipun membukukan kemenangan melawan top 5, musim lalu. Kualitas pemain yang dimiliki AFC diatas, setidaknya, Everton. Jika alasan finansial adalah kendala klub tidak bisa membeli pemain mahal untuk menandingi klub-klub kaya lainnya, maka setidaknya kita bisa mengalahkan Everton, kan?

This is Arsene Wenger’s Arsenal. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, saya tetap menikmati setiap pertandingan Arsenal. It’s just there to be enjoyed. Tenang, mungkin musim ini kita akan memenangkan sebuah trofi lagi. Dan ketika itu terjadi, kita bisa sama-sama meneriakkan “One Arsene Wenger!”

About Arsya The Gooner

I'm forever Arsenal.

Leave a comment